Baiklah, baiklah

Seorang gadis di kampung nelayan hamil di luar nikah. Setelah berkali-kali dipukuli, ahirya ia mengaku bahwa bapak dari anak yang dikandungnya adalah Guru Zem yang merenung sepanjang hari di salam kuil di luar desa.

Orangtua si gadis bersama banyak penduduk desa beramai-ramai menuju kuil. Dengan kasar mereka menyerbu Guru yang sedang berdoa. Mereka menghajarkan karena kemunafikannya dan menutut bahwa ia sebagai bapak anak itu wajib menanggung biaya untuk membesarkannya. Jarab Guru itu hanyalah, “Baiklah, baiklah.”

Setelah orang banyak pergi meninggalkannya, ia memungut bayi itu dari lantai. Ia minta supaya seorang ibu dari desa memberi anak itu makan dan pakaian serta merawatnya atas tanggungannya.

Guru itu jatuh namanya. Tidak ada lagi orang yang datang untuk meminta wejangannya.

Ketika peristiwa itu sudah berlalu satu tahun lamanya, gadis yang melahirkan anak itu tidak kuat menyimpan rahasianya lebih lama lagi. Ahirnya ia mengaku, bahwa ia telah berdusta. Ayah anak itu sebetulnya adalah pemuda di sebelah rumahnya. Orangtua si gadis dan para penduduk kampung amat menyesal. Mereka bersembah sujud di kaki Guru untuk mohon maaf dan menerima kembali anak itu. Guru mengembalikannya dan yang dikatakannya hanyalah, “Baiklah, baiklah.”
Dikutip dari buku Burung Berkicau oleh A. De Mello SJ

Bahan renungan.
Apkah Guru itu dihina? Kehilangan nama baiknya? Untung gadis itu mengaku sebelum ajal menjemputnya, bagaiman kalau tetap tidak mengaku?
Kebenaran akan menemukan jalannya, karena itu informasi apa pun yang kita terima sebaiknya dipelajari dengan baik siapa tahu informasi yang awalnya kelihatan benar ternyata salah.

Tidak ada komentar: