Menurut Marx Agama adalah candu masyarakat, tapi Islam bukan candu masyarakat, karena Islam beda

Marx mengucapkan kata-kata itu karena kesal bahwa kaum buruh yang menurut teorinya harus berontak memperjuangkan nasibnya yang ditindas kaum kapitalis, ternyata tenang-tenang saja menerima hidup dalam kemiskinan sebagai nasib yang sudah ditakdirkan Tuhan. Apa yang dikatakan Marx sudah jarang dikutip orang. Pada waktu Marx mengucapkan kata-kata itu pemerintahan masih dalam bentuk kerajaan yang lebih berpihak kepada kaum kapitalis tetapi setelah pemerintahan berubah menjadi demokrasi, kepentingan kaum buruh mendapat perhatian dari penguasa agar dapat dipilih kembali.

Dalam iklim demokrasi kehidupan masyarakat digerakan oleh persaingan, siapa yang kuat tentu akan menang. Tetapi agar pesaingan itu tidak saling mematikan dibuat etika persaingan, pihak yang bersaing didorong mengembangkan keunggulan masing-masing tanpa harus menjatuhkan pihak lawan, bahkan kemudian orang sadar bahwa persaingan bukan berarti satu menang satu kalah dan muncul konsep baru yaitu ”win win solution”, walaupun bersaing tetapi bisa ditempuh solusi yang menyebabkan semua pihak diuntungkan, semua yang bersaing ikut merasakan kemenangan.

Tidak dapat dihindari walaupun orang berusaha tidak menghancurkan pihak lawan tetapi pasti ada yang kalah bersaing sehingga eksistensinya terancam. Pemerintah yang demokratis membuat berbagai aturan agar yang kalah tidak hancur tetapi masih bertahan pada taraf hidup yang minimal, dibuatlah program-program bagi mereka yang menjadi sulit hidupnya karena kalah bersaing. Di sinilah agama ahirnya memainkan peran bukan lagi menjadi candu masyarakat tetapi menjadi tempat berlindung terutama bagi yang merasa berada dalam posisi tidak menguntungkan, agama jadi tempat menempa kembali kekuatan sebelum maju lagi untuk bersaing. Tanpa diatur dengan peratuiran, agama yang benar yang berkarya dalam ranah pribadi dapat menjalankan perannya dengan baik, sehingga masyarakat yang keras dengan persaingan dapat tetap menjadi lembut dan rasional.

Peranan seperti itu tidak bisa dilakukan oleh Islam yang mengajarkan bahwa manusia diciptakan Allah Swt dan berkewajiban menyembah Allah Swt, yang diajarkan meminta petunjuk jalan yang lurus minimal lima kali sehari, yang diajarkan menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Allah Swt. Orang yang mengikuti ajaran Muhammad, menghadapi dua tuan dalam kehidupan sehari-hari, yang pertama adalah tuan yang bernama Allah Swt yang digambarkan sangat berkuasa dan bisa melakukan apa saja terhadap manusia sekehendaknya dan yang kedua adalah tuan yang dihadapinya di dunia nyata, yaitu atasanya atau orang yang memberinya pekerjaan. Benturan kepentingan melayani dua tuan itu tidak bisa dihindari. Tuan yang pertama sudah menetapkan jadwal lima kali sehari untuk menghadap dan menyembah sambil minta petunjuk jalan yang lurus dan ketentuan tuan pertama ini tidak bisa dibantah dengan ancaman yang jelas akan masuk ke neraka jahanam bagi yang tidak mau mentaati. Tuan yang kedua punya kepentingan agar tugas dapat diselesaikan dengan baik dan tidak jarang orang harus mencurahkan waktunya sepanjang hari kerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang bagitu penting. Orang yang patuh pada perintah tuan pertama terpaksa mengabaikan perintah tuan kedua pada waktu ada panggilan memenuhi kewajiban menyembah Allah Swt. Mungkin dampak dari benturan kepentingan itu tidak langsung dirasakan, tetapi bisa berujung menjadi orang yang kalah bersaing dan terpinggirkan dalam perebutan mencari nafkah.

Para pemuka agama yang mewakili kepentingan Allah Swt. sibuk membela tidakan kekerasan yang dilakukan mereka yang merasa terpinggirkan secara ekonomi dengan tuduhan ada ketidakadailan, mereka gencar memusuhi sistem ekonomi kapitalis dan menawarkan ekonomi kerakyatan artinya ekonomi yang digerakkan untuk kepentingan rakyat. Konsep itu tampaknya bagus selama rakyat termotivasi membarikan waktu terbaiknya bagi kemajuan peradaban. Tetapi ekonomi itu tetap akan meminggirkan orang yang tidak bisa mendahulukan kepentingan dunia selama waktu kerjanya karena harus melayani kepentingan Allah Swt.

Ucapan Marx bahwa agama adalah candu masyakatat sudah tidak terdengar di dunia yang ekonominya maju, karena masyarakatnya pada umumnya beragama pada agama benar, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu Cu dan lainnya lagi. Ucapan Marsx juga tidak didengungkan di negara seperti Afghanistan, Irak, Pakistan, Bangladesh dll. yang mayoritas penduduknya beragama Islam, karena memang Islam dinegara itu bukan menjadi candu masyarakat, karean candu hanya merugikan orang yang kecanduan, dampaknya tidak menyebar ke orang yang tidak kecanduan. Islam lebih tepat disebut penyakit masyarakat karena dampaknya menyebar ke orang yang bukan hanya menjadi pemelukan dan merongong kemajuan peradaban masyarakat itu

Apakah kita akan membiarkan kemajuan peradaban Indonesia terus dirongrong oleh ajaran yang salah? Jawabannya berpulang kepada Anda semua yang mencinta negeri ini.

1 komentar:

Psikopat mengatakan...

Menurut saya, agama bisa sebagai racun, bisa sebagai obat. Tergantung ajaran agamanya.