Memilih Tuhan

Di sebuah negeri antah berantah ada seorang ibu yang tinggal bersama seorang suami dan empat anak laki-laki yang sedang beranjak dewasa. Mereka hidup rukun dalam lingkungan yang penduduknya mempunyai kepercayaan yang beragam. Walaupun banyak yang sudah datang mengajak menyembah Tuhan yang berbeda dengan yang diwariskan orang tua mereka, keluarga itu memilih tetap menjalankan ritual yang diwariskan turun temurun. Setiap sore mereka meletakkan sajen di bawah pohon besar di depan rumahnya. Kegiatan itu diketahui banyak orang dan dari pengeras suara di mesjid yang agak jauh sering terdengar ada yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan keluarga itu adalah menyembah berhala. Mereka tidak perduli tetapi pasangan suami istri itu berjanji akan membiarkan anak-anak mereka setelah mencapai umur 18 tahun untuk memilih sendiri Tuhan yang cocok bagi mereka.

Di kota ada kios yang menawarkan Tuhan dengan berbagai pilihan. Di depan tiap kios ada tercantum papan yang menunjukkan Tuhan yang dijual, mulai dari Hindu, Buddha, Kristen, dan Islam.

Ketika anak pertama yang bernama Joko menginjak usia 18 tahun, dia pamit kepada orang tuanya pergi ke kota untuk mencari Tuhan yang paling cocok bagi dirinya. Kios yang pertama didatangi adalah kios Hindu. Setelah masuk, dia minta informasi tentang Tuhan yang ditawarkan. Si penjaga mengajak tamunya memandang ke luar jendela dan mulai menerangkan kekuatan ilahi yang ada di alam semesta. Joko kagum dengan penjelasan itu lalu dia pamit untuk memikirkan apakah Tuhan itu cocok mendampingi hidupnya. Si penjaga dengan senyum mengantar tamunya hingga pintu kios dan berharap Tuhan yang ditawarkan cocok bagi kebutuhan Joko.

Setelah kembali ke rumah, orang tuanya paham apa yang dipilih anak sulungnya dan mereka dapat melanjutkan kehidupan keluarga dengan damai, mereka tetap makan bersama dalam meja yang sama dan berdarmawisata bersama semua anggota keluarag waktu libur.

Setelah anak kedua yang bernama Jono mencapai usia 18 tahun, gilirannya mencari Tuhan dan dalam pikirannya dia ingin mencari yang berbeda dengan kakaknya. Tetapi untuk memastikan pilihannya tidak salah, kios pertama didatanginya sama seperti yang dilakukan kakaknya. Dia puas dengan penjelasan penjaga kios dan sama seperti kakaknya dia diantar dengan senyum oleh penjaga sampai ke pintu kios. Dia tidak langsung pulang karena ingin mencoba mendatangi kios di sebelahnya yang menawarkan Tuhan menurut Buddha. Setelah diutarakan maksudnya dia diajak duduk di atas sebuah permadani dan diajak hening. Setelah beberapa lama dijelaskan, “Tuhan ada dalam dirimu.” Dia senang sekali bahwa Tuhan ada di dalam dirinya dan dengan gembira dia pulang ke rumahnya. Keluarga itu walaupun menyembah Tuhan yang berbeda tetap rukun dan dapat menjalankan akivitas bersama seperti biasa.

Tidak lama kemudian anak ketiga yang bernama Yoko merayakan ulang tahunya yang ke-18. Setelah pesta usai dia pamit untuk mencari Tuhan. Sama seperti yang diceritakan kakak-kakaknya dia mengunjungi Kios Hindu dan Budda. Setelah itu dia masuk ke kios Kristen. Setelah mengutarakan maksudnya, si penjaga menanyakan, “Apakah menurutmu ayahmu baik?”

“Ya, ayah sayang kepadaku,“ jawab Yoko. “Seperti itulah Tuhan,” kata si penjaga kios.
Yoko agak bingung, kebetulan ayahnya baik bagaimana dengan anak yang ayahnya jahat seperti yang dialami teman sekelasnya. Hal itu ditanyakan kepada penjaga kios dan dijawab, “Jika orang mempunyai Bapak Jahat, dia harus dilahirkan kembali dalam roh untuk mengenal Bapa Yang Baik.”

Yoko pulang ke rumah dengan amat senang, dia semakin merasakan kasih sayang kedua orang tuanya terutama Bapaknya dan keluaraga itu meneruskan aktivitas bersama seperti sebelumnya.

Tinggal anak bungsu yang belum memilih Tuhan. Tapi melihat pengalaman tiga anaknya, orang tua itu tidak kuatir dan orang tua itu meneruskan menjalankan ritual warisan leluhur mereka. Ketiga anak mereka walaupun menyembah Tuhan yang berbeda tidak melarang orang tua mereka melanjutkan ritual leluhur bahkan membantu membuatkan apa yang diperlukan sebagai persembahan. Memang sesekali anak-anak berusaha menjelaskan Tuhan mereka masing-masing tetapi hanya sebatas bertukar fikiran.

Ketika giliran anak bungsu yang bernama Yono pamit untuk memilih Tuhan, orang tua melepas anak yang mereka sayangi dengan suka cita, mereka merasa tugas sebagai orang tua akan selesai dengan sempurna, mengantar anak-anak menemukan Tuhan mereka masing-masing.

Anak bungsu tidak mau sama dengan kakak-kakaknya dan untuk tidak membuang waktu, yang didatangi langsung kios yang di depannya terpampang tulisan”Islam” Yono menjelaskan bahwa dia mencari Tuhan. Si penjaga kios mendengarkan dengan antusias tapi tidak menceritakan Tuhan yang ditawarkannya. Ketika Yono menuntut penjelasan lebih lanjut si penjaga kios mengatakan, “Anak muda kamu tidak dapat mengenal Allah Swt kalau kamu tidak mendapat hidayah dan agar kamu mendapat hidayah dari Allah Swt kamu harus meninggalkan kekafiran kamu terlebih dahulu lalu masuk Islam.”

Yono agak terkejut tetapi kalau dia pulang dengan tangan hampa dia takut dikatakan gagal. Setelah dipertimbangkan baik-baik dia bertanya, “Apa yang harus saya lakukan untuk menjadi Islam?”

“Cukup baca dua kalimat syahadat,” kata penjaga kios.

Yono tidak keberatan untuk melakukan pekerjaan yang sangat mudah itu dan tidak ragu-ragu dia ucapkan dua kalimat syahadat.

Setelah resmi meninggalkan kekafiran penjaga kios menjelaskan bahwa orang yang saleh akan masuk ke surga dan akan dilayani oleh bidadari dan mereka yang banyak dosa akan dimasukkan ke neraka jahanam.

Yono terkagum-kagum dan berharap tentu akan masuk surga. Untuk tidak membuang waktu lalu dia pamit. Tapi dia terkejut ketika penjaga mengatakan dia tidak bisa meninggalkan Islam, karena orang yang meninggalkan Islam akan menjadi murtad dan akan dimasukkan ke neraka jahanam serta akan dilaknat Allah Swt. Si penjaga kios membacakan ayat yang menjelaskan bawa sebagai Muslim, Yono harus mati tetap dalam Islam. Yono tidak berani mengambil langkah murtad dan untuk mendamaiikan hatinya dia pilih tinggal bersama penjaga kios agar dapat tekun menjalankan perintah Allah Swt.

Orang tua Yono gelisah, sudah sebulan anak bungsunya belum juga kembali. Bulan berikutnya kedua orang tua itu mencari Yono ke kota dan ketika mencoba mengintip kios-kios yang menjual Tuhan, orang tua itu melihat Yono ada di kios “Islam” sedang sembahyang. Setelah menunggu sampai Yono selesai sembahyang kedua orang tua itu mengajak Yono pulang tetapi Yono menolak, mengatakan akan tinggal di tempat itu sambil mendekatkan diri pada Allah Swt. Itu yang diucapkan Yono tapi dalam hatinya dia mengatakan mana bisa aku hidup dengan orang kafir.

Orang tua Yono sedih kehilangan anak bungsunya. Kesusahan itu diceritakan oleh ibu Yono kepada salah satu temannya yang ternyata punya pengalaman yang sama. Teman dari ibu Yono menceritakan bagaimana susahnya membawa pulang anaknya yang katanya ingin mendekatkan diri pada Allah Swt tapi setelah dibujuk agak lama bahwa soal bidadari tidak perlu dicari di surga, tetangganya juga banyak yang cantik, ahirnya anaknya mau keluar dari lingkugan itu.

Orang tua Yono mencari foto wanita cantik yang pantas menjadi pasangan Yono anak bungsunya lalu kembali mendatangi Yono agar mau pulang ke rumah. Mula-mula Yono menolak tetapi setelah melihat foto wanita cantik yang dibawa ibunya dia mulai sadar tidak usah menunggu di surga. Yono pulang ke rumah bersama orang tuanya.

Keempat anaknya sudah berkumpul kembali tapi keceriaan keluarga itu tidak bisa lagi kembali seperti sedia kala. Waktu makan malam, anak bungsunya tidak ikut makan bersama karena harus solat lebih dahulu. Waktu berdarmawisata mereka menjadi tidak bebas, karena Yono pada jam-jam tertentu minta berhenti di mesjid untuk menunaikan kewajiban solat kepada Allah Swt.

Tidak ada komentar: